Membicarakan Natuna akan terpikir sebuah kabupaten
yang terdiri dari ribuan pulau terletak di ujung utara
Indonesia dengan jarak lebih dari 1.250 km dari Jakarta.
Kepulauan Natuna memiliki cadangan gas alam terbesar
di kawasan Asia Pasifik bahkan di Dunia. Di dalam perut
buminya juga bergelimang minyak. Tak hanya itu, di
kepulauan yang terletak di teras depan Negara
Indonesia ini menghampar aneka jenis terumbu karang
yang sangat memukau.
Dimana kita bisa menemukan berbagai material tambang
seperti gas alam, minyak bumi, dan pasir kuarsa dalam
jumlah besar? Jawabnya, Kepulauan Natuna. Kekayaan
mineral tambang tersebut bukan hanya terhampar di
darat, tetapi juga tersebar bertaburan di bawah dasar
laut.
Menurut hitungan pemerintah, Natuna memiliki cadangan
gas alam terbesar di kawasan Asia Pasifik Hal ini
merujuk pada salah satu ladang gas yang terletak 225
kilometer (km) sebelah utara Natuna.
Di sini tersimpan cadangan gas alam dengan volume
sebesar 222 triliun kaki kubik (TCT). Selain itu, gas
hidrokarbon yang bisa ditambang mencapai 46 TCT.
Angka itu tentu saja belum termasuk cadangan gas alam
yang terdapat di bagian barat Natuna yang dikelola
juragan minyak raksasa kelas dunia.
Bukan hanya berjaya di sektor gas alam. Natuna juga
diselimuti minyak bumi yang seolah tiada pernah ada
habisnya. Sumur-sumur off shore yang berada di bagian
timur Natuna itu terus memancarkan minyaknya.
Jadi, wajar saja kalau sektor migas di Kabupaten Natuna
ini menjadi penyumbang terbesar bagi perekonomian di
Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Migas yang berasal dari
pelapukan fosil binatang laut selama jutaan tahun silam
itu memberi kontribusi sekitar 10,11 persen dari
perekonomian Kepri.
Sayangnya di kuasai pihak asing
Pengeboran minyak lepas pantai
Pendapatan dari penambangan migas di seluruh sumur
eksplorasi di Natuna sangatlah menggiurkan. Pada
tahun 2007 misalnya, nilainya mencapai 21,8 triliun
rupiah. Betapa makmur dan sejahteranya bila semua
hasil eksplorasi ini dinikmati sepenuhnya oleh bangsa
Indonesia.
Sayangnya, sebagian besar hasil eksplorasi tersebut
dikuasai oleh perusahaan swasta asing. Maklum, baik
modal, tenaga ahli, maupun peralatan hampir seluruhnya
disuplai oleh Exxon Mobil, Conoco Philips, Star Energy,
dan Primer Oil.
Praktis, pembagian keuntungan dari bisnis tersebut
sebagian besar dinikmati oleh mereka. Sedangkan
Indonesia sebagai pemilik kekayaan alam tersebut hanya
mendapat sedikit keuntungan.
Bayangkan, dari total pendapatan yang mencapai
puluhan triliun rupiah itu, Kabupaten Natuna hanya
kecipratan Rp 225 miliar. Sementara itu, pemerintah
pusat kebagian sekitar Rp 525 miliar. Sedangkan
triliunan rupiah lainnya menjadi hak milik perusahaan
asing alias menguap ke negara lain.
Tak mengherankan kalau kondisi sosial ekonomi
masyarakat di Natuna tak beranjak sejahtera. Lihat saja
nilai Indeks Pengembangan Manusia (IPM) yang diukur
berdasarkan kelangsungan hidup, pengetahuan, dan
daya beli. Semakin tinggi IPM, tingkat kesejahteraan
hidup masyarakat kian makmur.
Fakta menunjukkan, ternyata Kabupaten Natuna yang
bergelimang migas tersebut memiliki IPM terendah
dibandingkan dengan lima kabupaten/kota lainnya di
Kepri. Itu artinya, angka harapan hidup, tingkat
pendidikan, dan pengeluaran riil per kapita di Natuna
berada pada urutan paling buncit. Sebuah fakta yang
ironis memang.
Pesona Keindahan Natuna
Masjid raya natuna
Landscape di Natuna
Pantai Batusindu
Pantai dgn batu karang di Natuna
Pantai pasir putih di Natuna
Terumbu karang di Natuna
Profile Blok D-Alpha Natuna
Ilustrasi sarana perlengkapan untuk proses pengeboran
minyak di Natuna
Selain banyak pantai dan pulau masih “perawan” Natuna
juga super kaya dengan kandungan gas maupun minyak
bumi. Terasa tak lengkap jika membicarakan Natuna
tanpa kandungan alam gas alam yang disebutkan oleh
para ahli, memiliki cadangan terbesar Asia Pasifik
bahkan di dunia.
Yaitu Blok Natuna D-Alpha merupakan blok gas dan
minyak yang menyimpan sekitar 500 juta barel. Total
potensi gas diperkirakan mencapai 222 triliun kaki
kubik, dan inilah cadangan terbesar di dunia yang tidak
akan habis dieksplorasi 30 tahun ke depan.
Potensi gas yang recoverable sebesar 46 tcf (46,000 bcf)
atau setara dengan 8,383 miliar barel minyak (1 boe,
barel oil equivalent = 5.487 cf ).
Dengan potensi sebesar itu, dan asumsi harga rata-rata
minyak US$ 75 / barel selama periode eksploitasi, nilai
potensi ekonomi gas Natura adalah US$ 628,725 miliar
atau sekitar Rp 6.287,25 triliun (kurs US$/Rp = Rp
10.000). Bandingkan dengan APBN 2010 yang hanya Rp
1.047,7 triliun.
Terhitung 2 November 2010 hingga 2 Maret 2011, Premier
Oil telah mendeteksi kandungan minyak dan gas di
kawasan Blok D Alpa Natuna.
Premier Oil perusahaan pengeboran minyak dan gas
yang berkantor pusat di Inggris itu bakal melakukan
pengeboran selama 30 tahun sesuai dengan kontrak
kerja dengan pemerintah Indonesia mulai tahun 2007.
Pelaksanaannya secara bertahap, masa penjajakan
potensi 10 tahun jika tidak menemukan potensi Migas
yang bernilai ekonomis, maka pengeboran dihentikan.
Goverment Affairs, Manager PT Premier Oil, Nina Marlina
menjelaskan, butuh waktu hingga 2 Maret 2011 untuk
mendeteksi kandungan Migas Blok yang berada di utara
laut Natuna. Hal itu dia paparkan di aula kantor bupati
Natuna di Ranai beberapa waktu lalu.
Saat itu, Nina hadir juga Kepala Humas dan Hubungan
Kelembagaan, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan gas (BP. Migas), Elan Biantoro bersama
jajaran Kontraktor Premier Oil.
Terkait hal itu, guna menunjang pelaksanaan proses
eksploitasi, Premier Oil meminta kepada pemerintah
Natuna untuk menyiapkan kelengkapan. Misalnya kantor
Bea Cukai, Sah Bandar, Petugas Karantina dan Imigrasi,
karena awal November ini kapal-kapal pembawa logistik
dan lain nya mulai beroperasi di Natuna.
Plt Bupati Natuna, Raja Amirullah menyambut baik
kunjungan kerja BP Migas dan Premier Oil ke daerahnya.
Posisi Natuna yang Strategis
sumber:
http://www.kaskus.us
http://www.tribunnews.com
0 komentar:
Posting Komentar